Bupati Bulungan, Syarwani, mengatakan meski memiliki komitmen terhadap percepatan pembangunan PLTA tersebut, pihaknya tetap akan melakukan evaluasi, bahkan evaluasi itu dilakukan hingga ke pemerintah pusat.
“Kita juga mengupdate kegiatan yang sudah mendapatkan perizinan prinsip dalam hal ini izin lokasi (saat ini disebut PKKPR atau Persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang),” tutur Syarwani kepada wartawan, Minggu (28/8/2022).
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA Kayan di kecamatan Long Peso, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara (Kaltara) hingga saat ini belum juga menampakkan hasil signifikan, meski telah dilakukan groundbreaking pada tahun 2014 lalu.
Pemegang izin proyek pembangunan PLTA Kayan, PT Kayan Hydro Energy (KHE) berencana memaksimalkan Sumber Daya Alam (SDA) berupa aliran sungai Kayan, akan ada 5 bendungan yang dibangun, dengan 5-6 unit turbin pembangkit tiap bendungannya. Tahap pertama PLTA Kayan akan menghasilkan 900 Megawatt (MW), tahap kedua 1.200 MW, tahap ketiga dan keempat masing-masing 1.800 MW, dan tahap kelima 3.300 MW.
Proyek yang direncanakan sejak 10 tahun lalu menyita perhatian banyak pihak, tidak terkecuali Pemerintah Kabupaten Bulungan, pasalnya proyek tersebut digadang-gadang sebagai PLTA terbesar se-Asia Tenggara dan menelan biaya hingga US$ 17.8 miliar. Kendati demikian, Pemerintah Kabupaten Bulungan, Kaltara telah melakukan beberapa kali evaluasi, baik kegiatan di lapangan maupun sejumlah izin yang harus dilengkapi PT. KHE.
Ia menuturkan pihaknya telah melakukan berbagai strategi evaluasi, namun demikian, ia juga menyadari tidak semua hal yang berkaitan dengan perizinan dan kewenangan itu ada di pemerintah kabupaten. Sebab ada juga kewenangan dari pemerintah pusat melalui kementerian terkait.
“Kita memiliki tim investasi daerah, progres PLTA itu juga masih terus dilakukan evaluasi, kita sangat menyadari tidak semua berkaitan dengan perizinan kewenangannya itu ada di kabupaten. Ya kita harus mengupdate melalui kementerian yang terkait juga,” jelasnya.
Bupati Syarwani menambahkan ada dua desa yang terkena dampak langsung pembangunan PLTA Kayan, yakni Desa Long Lejuh dan Desa Long Pelban. Ia mengingatkan agar tidak ada relokasi sebelum fasilitas pemukiman dan kelengkapannya dibangun. Syarwani mengatakan, informasi terakhir yang ia terima terkait pembangunan PLTA Kayan saat ini adalah sedang dilakukan pembangunan gudang bahan peledak.
“Tapi untuk kewenangan, kelayakan dan izin itu bukan kita tetapi dari Polri. Pelaksanaan di lapangan sangat bergantung dari perizinan yang diterbitkan Mabes Polri,” tambahnya.
Sementara itu, beberapa perizinan sempat terkendala, sebelum akhirnya disetujui, seperti Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Namun demikian, belum diketahui pastinya dokumen izin tersebut, pasalnya sejauh ini masih sebatas lisan.
“Selain itu kami telah menyampaikan ke pemerintah pusat dalam percepatan pembangunan ini perlu dukungan infrastruktur darat, karena kalau melalui alur sungai Kayan tentunya akan terkendala,” tuturnya.
Dilansir dari detik finance, Direktur Operasional PT KHE, Khaerony mengungkapkan pada proses Pembangunan PLTA Kayan pihaknya menemui berbagai kendala hingga memakan waktu lama.
“Proyek PLTA perlu persiapan yang cukup matang seperti studi geologi sampai teknis yang lama,” ujarnya.
Menurutnya proses yang lama agar pembangunan PLTA Kayan sesuai dengan desain dan tidak gagal. Kemudian medan yang jauh hingga akses yang terbatas juga membuat pembangunan lebih lama.
“Saat ini akses masih terbatas, alat berat masih diangkut lewat jalur air. Kalau tidak ada hujan air agak surut jadi tidak bisa angkut dan harus menunggu air tinggi,” jelasnya.
sumber: times