Pemberlakuan Surat Keterangan (SK) Men-LHK No. 287/2022 yang terbit tanggal 5 April 2022 lalu masih menyisakan persoalan bagi para pegiat lingkungan. Mereka pun menyurati Presiden Joko Widodo agar SK tersebut untuk ditinjau ulang.
Transtoto Handadhari, Pemerhati Lingkungan, mengatakan pemberlakukan SK Menteri LHK tentang Penetapan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) pada hutan negara tersebut telah menimbulkan konflik sosial.
“Ya, SK tersebut sudah memunculkan konflik sosial. Misalnya di Banten, di Malang Selatan, dan lainnya. Makanya, kami berkirim surat kepada Presiden Jokowi agar segera meninjau ulang SK tersebut,” katanya kepada Harian Jogja, Selasa (9/8/2022).
Dia menjelaskan, kawasan perlindungan di Pulau Jawa idealnya seluas sekitar 70-80 persen dari luas daratan Jawa yang 13,316 juta hektare. Adapun kondisi hutan Jawa-Madura yang tersisa saat ini sekitar 17-18%. Kondisi tersebut dinilai sudah sangat tidak mencukupi untuk perlindungan bencana lingkungan.
Baca juga : Mengenal Lebih Dekat Tanaman Paku Tanduk Rusa
“Kalau luas hutan di Jawa itu kembali diambil 1,1 juta hektare untuk KHDPK melalui SK tersebut, tentunya akan menimbulkan konflik sosial dan itu sudah terjadi saat ini,” kata alumnus Fakultas Kehutanan UGM ini.
Transtoto yang juga mantan Dirut Perum Perhutani periode 2005-2008 itu menjelaskan, sejak awal terbitnya SK tersebut muncul kekhawatiran dari para pecinta hutan akan merusak dan membahayakan tatanan sosial kehidupan. Termasuk kelestarian hutan serta ekosistem lingkungan hidup di seluruh Pulau Jawa dan Madura.
Untuk itu, lanjutnya, ia bersama para pecinta hutan lainnya sudah melayangkan surat kepada Presiden Jokowi pada 5 Agustus lalu. Dalam surat tersebut, lanjut Transtoto, presiden diminta untuk meninjau ulang kebijakan tersebut.
“Kami yakin presiden akan menindaklanjuti surat yang kami kirimkan. Kami bukan tidak setuju hutan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi SK tersebut justru memberikan dampak negatif bagi masyarakat,” ujarnya.
Baca juga : Ketika Hutan Adat Dirampas
Tidak hanya menyoroti konflik sosial yang sudah muncul akibat kebijakan tersebut, Transtoto juga menilai Penetapan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) juga rawan menimbulkan dampak bencana lingkungan.
Sebab perencanaannya tidak disiapkan dengan jelas. “Kami meminta agar pemerintah memuliakan hutan tanpa kecurangan,” tandasnya.
Hal senada disampaikan oleh Pemerhati lingkungan dan pendiri Forum Penyelamat Hutan Jawa, Acil Bimbo. Menurut Acil, di negara-negara maju hutan-hutan sangat dirawat dengan baik. Masyarakat juga akrab dengan hutan.
Kondisi berbeda masih terjadi di Indonesia. “Jangankan masyarakat, para intelektual kita masih jauh berfikir untuk menjaga kelestarian hutan,” kritik Acil.
sumber: harianjogja